Pernah mendengar percakapan
kakak-kakak saat saya masih mahasiswa baru di kampus.
A : saya pinjam motor dong, mau
kesini. Boleh?
B : boleh, pake aja. Nih
(noyodorin kunci). Oh iya, tapi itu remnya agak dalem sama rem depannya juga
agak susah.
A : iya gapapa. Biasa, motor
aktivis.
Uyyee, saya yang mendengar itu
langsung terdiam dan menengik ke arah orang yang mengatakan hal itu.
Saya hanya berkata dalam hati,
“siapa bilang motor aktivis dakwah kayak gitu? Yang remnya rusak, yang gasnya
susah yang bla, bla, blaaa …”
Tiba-tiba si A melanjutkan
kata-katanya, “iya kalo pinjem motor aktivis emang begitu, harus siap dengan
keadaan motornya, bagaimanapun. Hahaha”
Saya hanya tersenyum lalu pergi
meninggalkan mereka. saya memilih tempat sunyi –tepatnya di lantai 2 Masjid
Mujahidin- untuk merenungi kata-kata yang baru dilontarkan kakak saya itu.
Kata-kata itu benar-benar menampar
dan mengganggu pikiran saya. Bagaimana bisa seorang aktivis dakwah mengatakan
hal seperti itu dan menyatakan bahwa sudah terlalu terbiasa motor aktivis itu
bermasalah.
Yah, sudahlah
Saya hanya berusaha mengambil
pelajaran dari kejadian itu dan akan sayatuliskan. Agar saya ingat dan bisa
mengingatkan.
Hei, yang di beri label aktivis
dakwah.
Ingatlah bahwa kau itu seorang
dai. Masih ingat kan dengan kata-kata “kalian adalah dai sebelum apapun”
Dai itu selalu dilihat apa-apa
yang dia kenakan, selalu di dengar apa-apa yang dia ucapkan.
Intinya, menjadi dai berarti siap
menjadi teladan.
Dari pakaian yang dikenakan :
rapi; warna sepadan tidak seperti jemuran berjalan, atas merah tengah kuning
bawah hijau ; wangi, meski untuk perempuan dilarang memakai wangi-wangian,
minimal tidak berbau apek dan tidak linting sana linting sini.
Dari kendaraanpun bisa jadi di
lihat, bagaimana jika suatu saat adik kita atau teman kita ingin meminjam
kendaraan tapi merasakan ketidaknyamanan saat dikendarai. Ada saja perasaan,
‘ah motornya gak enak di pake’ atau ‘ih motornya kotor banget, males mau
makenya’ dan lain sebagainya.
Saya mengutip kata-kata dari
orang yang sangat saya hormati : “hati-hati dengan kendaraanmu, itu adalah sebagian
dari jiwamu. Kendaraan itu mencerminkan pribadi pemiliknya”
Benar saja, karena kendaraan itu
adalah yang selalu bersama pemiliknya. Pergi bersama, menjalani hari bersama,
mengantar pemiliknya pergi sesuka hatinya. Pantas jika dibilang itu adalah
bagian dari jiwanya. Bahkan pemilik harus benar-benar tahu kapan kendaraan itu
harus di service, ia sedang bermaslah atau tidak. Smapai se-detail itu.
Tapi, ada saja yang nyeletuk “ah,
belum sempet. Masih ngurus ini ngurus itu, ngurus ummat”
Saya hanya bisa tersenyum.
Hei, ingatlah. Selesaikan dulu
urusan pribadi. Minimal bisa sejajar, berdakwah kepada khalayak dan berdakwah
kepada diri sendiri. Liat tuh motor belum beres, tuh kamar masih berantakan,
baju yang di pake warna warni.
Bagaimana bisa kita mendakwahi
orang tentang kebersihan sebagian daripada iman, Allah mencintai keindahan,
kalo kita sendiri aja masih belum bersih dan belum tertata.
Mari sama-sama belajar untuk
memperbaiki apa yang harusnya baik. Sungguh telinga kita lebih dekat dengan
mulut, jadi dengar baik-baik apa yang kita ucapkan, lalu lakukan. Jangan sampai
dibilang kaburo maqtan.
Yang menulis ini tidak lebih baik
dari yang membaca, masih belajar menata diri dan segala yang disekitar.
Wallahu’alam
#pojokrindu
01 februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar