Minggu, 01 Februari 2015

tertampar : "udah biasa, motor aktivis!"



Pernah mendengar percakapan kakak-kakak saat saya masih mahasiswa baru di kampus.

A : saya pinjam motor dong, mau kesini. Boleh?
B : boleh, pake aja. Nih (noyodorin kunci). Oh iya, tapi itu remnya agak dalem sama rem depannya juga agak susah.
A : iya gapapa. Biasa, motor aktivis.


Uyyee, saya yang mendengar itu langsung terdiam dan menengik ke arah orang yang mengatakan hal itu.
Saya hanya berkata dalam hati, “siapa bilang motor aktivis dakwah kayak gitu? Yang remnya rusak, yang gasnya susah yang bla, bla, blaaa …”
Tiba-tiba si A melanjutkan kata-katanya, “iya kalo pinjem motor aktivis emang begitu, harus siap dengan keadaan motornya, bagaimanapun. Hahaha”
Saya hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan mereka. saya memilih tempat sunyi –tepatnya di lantai 2 Masjid Mujahidin- untuk merenungi kata-kata yang baru dilontarkan kakak saya itu.
Kata-kata itu benar-benar menampar dan mengganggu pikiran saya. Bagaimana bisa seorang aktivis dakwah mengatakan hal seperti itu dan menyatakan bahwa sudah terlalu terbiasa motor aktivis itu bermasalah.
Yah, sudahlah
Saya hanya berusaha mengambil pelajaran dari kejadian itu dan akan sayatuliskan. Agar saya ingat dan bisa mengingatkan.

Hei, yang di beri label aktivis dakwah.
Ingatlah bahwa kau itu seorang dai. Masih ingat kan dengan kata-kata “kalian adalah dai sebelum apapun”
Dai itu selalu dilihat apa-apa yang dia kenakan, selalu di dengar apa-apa yang dia ucapkan.
Intinya, menjadi dai berarti siap menjadi teladan.

Dari pakaian yang dikenakan : rapi; warna sepadan tidak seperti jemuran berjalan, atas merah tengah kuning bawah hijau ; wangi, meski untuk perempuan dilarang memakai wangi-wangian, minimal tidak berbau apek dan tidak linting sana linting sini.

Dari kendaraanpun bisa jadi di lihat, bagaimana jika suatu saat adik kita atau teman kita ingin meminjam kendaraan tapi merasakan ketidaknyamanan saat dikendarai. Ada saja perasaan, ‘ah motornya gak enak di pake’ atau ‘ih motornya kotor banget, males mau makenya’ dan lain sebagainya.

Saya mengutip kata-kata dari orang yang sangat saya hormati : “hati-hati dengan kendaraanmu, itu adalah sebagian dari jiwamu. Kendaraan itu mencerminkan pribadi pemiliknya”
Benar saja, karena kendaraan itu adalah yang selalu bersama pemiliknya. Pergi bersama, menjalani hari bersama, mengantar pemiliknya pergi sesuka hatinya. Pantas jika dibilang itu adalah bagian dari jiwanya. Bahkan pemilik harus benar-benar tahu kapan kendaraan itu harus di service, ia sedang bermaslah atau tidak. Smapai se-detail itu.
Tapi, ada saja yang nyeletuk “ah, belum sempet. Masih ngurus ini ngurus itu, ngurus ummat”
Saya hanya bisa tersenyum.

Hei, ingatlah. Selesaikan dulu urusan pribadi. Minimal bisa sejajar, berdakwah kepada khalayak dan berdakwah kepada diri sendiri. Liat tuh motor belum beres, tuh kamar masih berantakan, baju yang di pake warna warni.
Bagaimana bisa kita mendakwahi orang tentang kebersihan sebagian daripada iman, Allah mencintai keindahan, kalo kita sendiri aja masih belum bersih dan belum tertata.
Mari sama-sama belajar untuk memperbaiki apa yang harusnya baik. Sungguh telinga kita lebih dekat dengan mulut, jadi dengar baik-baik apa yang kita ucapkan, lalu lakukan. Jangan sampai dibilang kaburo maqtan.

Yang menulis ini tidak lebih baik dari yang membaca, masih belajar menata diri dan segala yang disekitar.

Wallahu’alam


#pojokrindu
01 februari 2014

Tidak ada komentar: